1. KITAB SUCI AGAMA BUDDHAKitab Suci Agama Buddha yang tertulis dalam Bahasa Pali adalah TIPITAKA, yang terdiri dari :
- Vinaya Pitaka yang berisikan tata-tertib bagi para bhikkhu/bhikkhuni.
- Sutta Pitaka yang berisikan khotbah-khotbah Sang Buddha
- Abidhamma Pitaka yang berisikan Ajaran tentang metafisika dan ilmu kejiwaan.
Sedangkan yang tertulis dalam bahasa Sansekerta adalah :
- Avatamsaka Sutra.
- Lankavatara Sutra.
- Saddharma Pundarika Sutra.
- Vajracchendika Prajna Paramita Sutra (Kim Kong Keng), dan lain-lain.
2. KESUNYATAAN DAN KENYATAAN
- Paramatha-sacca : Kebenaran mutlak (absolute truth), dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Harus benar.
- Tidak terikat oleh waktu ; waktu dulu, sekarang dan waktu yang akan datang sama saja.
- Tidak terikat oleh tempat ; di sini, di Amerika ataupun di bulan sama saja.
- Sammuti-sacca : Kebenaran relatif ; berarti bahwa sesuatu itu benar, tetapimasih terikat oleh waktu dan tempat.
3. EHIPASSIKO
Ehipassiko
berarti “datang dan alamilah sendiri”. Umat Buddha tidak
diminta untuk percaya saja, tetapi justru untuk mengalami sendiri
segala sesuatu. Ini menunjukkan khas Buddhis, berbeda dengan apa
yang diajarkan oleh Agama-agama lain.
4. EMPAT KESUNYATAAN MULIA;
I. Kesunyataan Mulia tentang Dukkha Hidup
dalam bentuk apa pun adalah dukkha (penderitaan) : a.
dilahirkan, usia tua, sakit, mati adalah penderitaan.
b. berhubungan dengan orang yang tidak disukai adalah
penderitaan. c. ditinggalkan oleh orang yang dicintai
adalah penderitaan. d. tidak memperoleh yang
dicita-citakan adalah penderitaan. e. masih memiliki lima
khanda adalah penderitaan. Dukkha dapat juga dibagi
sbb. : a.
dukkha-dukkha - ialah penderitaan yang nyata,
yang benar dirasakan sebagai penderitaan tubuh dan
bathin, misalnya sakit kepala, sakit gigi, susah hati
dll. b.
viparinäma-dukkha - merupakan fakta bahwa semua
perasaan senang dan bahagia –berdasarkan sifat
ketidak-kekalan– di dalamnya mengandung benih-benih
kekecewaan, kekesalan dll. c.
sankhärä-dukkha - lima khanda adalah penderitaan ; selama masih ada lima khanda tak mungkin terbebas dari sakit fisik.
II. Kesunyataan Mulia tentang asal mula Dukkha Sumber dari penderitaan adalah
tanhä,
yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya.
Semakin diumbar semakin keras ia mencengkeram. Orang yang pasrah
kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk
menghilangkan rasa hausnya. Rasa haus itu bukannya
hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air asin itu
yang mengandung garam. Demikianlah, semakin orang pasrah
kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya.
Dikenal tiga macam tanhä, yaitu :
1.
Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran
2.
Bhavatanhä
: kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia
berdasarkan kepercayaan tentang adanya “atma (roh) yang
kekal dan terpisah” (attavada). 3.
Vibhavatanhä : kehausan
untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa
setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia
(ucchedaväda).
III. Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya Dukkha Kalau
tanhä dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam
keadaan yang bahagia sekali, karena terbebas dari semua
penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan
Nibbana. a.
Sa-upadisesa-Nibbana = Nibbana
masih bersisa. Dengan ‘sisa’ dimaksud bahwa lima khanda itu masih ada. b.
An-upadisesa-Nibbana = Setelah meninggal dunia, seorang Arahat akan mencapai anupadisesa-nibbana, ialah Nibbana
tanpa sisa
atau juga dinamakan Pari-Nibbana. Sang Arahat telah beralih
ke dalam keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Misalnya,
kalau api padam, kejurusan mana api itu pergi? jawaban
yang tepat : ‘tidak tahu’ Sebab api itu padam karena kehabisan bahan
bakar.
IV. Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha Delapan
Jalan Utama (Jalan Utama Beruas Delapan) yang akan
membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu :
Pañña
1. Pengertian Benar (sammä-ditthi)
2. Pikiran Benar (sammä-sankappa)
Sila
3. Ucapan Benar (sammä-väcä)
4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
Samädhi
6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
7. Perhatian Benar (sammä-sati)
8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)
Delapan Jalan Utama ini dapat lebih lanjut diperinci sbb. :
1.
Pengertian Benar (sammä-ditthi)
menembus arti dari :
a. Empat Kesunyataan Mulia
b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
c. Hukum Paticca-Samuppäda d. Hukum Kamma
2.
Pikiran Benar (sammä-sankappa) a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian
(nekkhamma-sankappa).
b. Pikiran yang bebas dari kebencian
(avyäpäda-sankappa)
c. Pikiran yang bebas dari kekejaman
(avihimsä-sankappa)
3.
Ucapan Benar (sammä-väcä)
Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
a. Ucapan itu benar
b. Ucapan itu beralasan
c. Ucapan itu berfaedah
d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4.
Perbuatan Benar (sammä-kammanta) a. Menghindari pembunuhan
b. Menghindari pencurian
c. Menghindari perbuatan a-susila
5.
Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
5. pencaharian salah harus dihindari (M. 117), yaitu :
a. Penipuan
b. Ketidak-setiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
e.
Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat) Di
samping itu seorang siswa harus pula menghindari lima
macam perdagangan , yaitu : a. Berdagang alat senjata b.
Berdagang mahluk hidup c. Berdagang daging (atau segala
sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup) d.
Berdagang minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat
menimbulkan ketagihan e. Berdagang racun.
6.
Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) a. Dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan tidak baik di dalam bathin.
b.
Dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan
unsur-unsur jahat dan tidak baik, yang sudah ada di
dalam bathin.
c. Dengan sekuat tenaga berusaha untuk
membangkitkan unsur-unsur baik dan sehat di dalam bathin. d.
Berusaha keras untuk mempernyata, mengembangkan dan
memperkuat unsur-unsur baik dan sehat yang sudah ada di
dalam bathin.
7.
Perhatian Benar (sammä-sati)
Sammä-sati
ini terdiri dari latihan-latihan Vipassanä-Bhävanä
(meditasi untuk memperoleh pandangan terang tentang hidup), yaitu
:
a. Käyä-nupassanä = Perenungan terhadap tubuh
b. Vedanä-nupassanä = Perenungan terhadap perasaan.
c. Cittä-nupassanä = Perenungan terhadap kesadaran.
d. Dhammä-nupassanä = Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran.
8.
Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)
Latihan meditasi untuk mencapai Jhäna-Jhäna.
Siswa
yang telah berhasil melaksanakan Delapan Jalan Utama
memperoleh : 1. Sila-visuddhi - Kesucian Sila sebagai hasil dari
pelaksanaan Sila dan terkikis habisnya Kilesa. 2.
Citta-visuddhi - Kesucian Bathin sebagai hasil dari
pelaksanaan Samadhi dan terkikis habisnya Nivarana. 3.
Ditthi-visuddhi - Kesucian Pandangan sebagai hasil dari
pelaksanaan Pañña dan terkikis habisnya Anusaya. Untuk lebih
jelasnya, hal tersebut di atas akan diterangkan lebih
lanjut seperti di bawah ini :
Asava Delapan Jalan Utama
1. Kilesa
3. Ucapan Benar
4. Perbuatan Benar
5. Pencaharian Benar
Sila
2. Nivarana
6. Daya-upaya Benar
7. Perhatian Benar
8. Konsentrasi Benar
Samadhi
3. Anusaya
1. Pengertian Benar
2. Pikiran Benar
Pañña Asava = Kekotoran bathin, dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu:
1. Kilesa = Kekotoran bathin yang kasar dan dapat jelas dilihat atau didengar.
2. Nivarana = Kekotoran bathin yang agak halus, yang agak sukar diketahui.
3. Anusaya = Kekotoran bathin yang halus sekali dan sangat sukar untuk diketahui.
BHAVANA
Agama Buddha mengenal 2 (dua) macam meditasi (Bhavana) :
I. Samatha-bhavana = Meditasi untuk mendapatkan ketenangan bathin melalui
Jhäna-Jhäna.
Jhäna pertama :
a. Vitakka = Usaha dalam tingkat permulaan untuk memegang obyek.
b. Vicära = Pikiran yang berhasil memegang obyek dengan kuat.
c. Piti = Kegiuran d. Sukha = Kebahagiaan.
e. Ekaggata = Pemusatan pikiran yang kuat.
Jhäna kedua :
Vicära,
Piti, Sukha, Ekaggata. Jhäna ketiga : Piti, Sukha,
Ekaggata. Jhäna keempat : Sukha, Ekaggata. Jhäna kelima :
Ekaggata + keseimbangan bathin. Meditasi
Samatha-bhävanä yang sangat dipujikan ialah
Brahma-Vihära-bhävanä yang terdiri dari :
1. Mettä-bhävanä = Usaha dalam tingkat permulaan untuk memegang obyek.
2. Karunä-bhävanä = Meditasi welas-asih terhadap semua mahluk yang sedang menderita.
3. Muditä-bhävanä = Meditasi yang mengandung simpati terhadap kebahagiaan orang lain.
4. Upekkhä-bhävanä = Meditasi keseimbangan bathin.
Brahmä-Vihära-bhävanä dapat juga dipakai untuk melemahkan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Tiga Akar Perbuatan
Tiga hal yang di bawah ini dapat disebut sebagai tiga
akar atau sumber untuk melakukan perbuatan, yaitu :
1.
Lobha = Kemelekatan yang sangat terhadap sesuatu sehingga menimbulkan
keserakahan.
2.
Dosa = Penolakan yang sangat terhadap sesuatu sehingga menimbulkan
kebencian.
3.
Moha = Kebodohan ; tidak dapat menbeda-bedakan mana yang buruk dan mana yang baik.
II. Vipassanä-bhävanä =
Meditasi untuk memperoleh Pandangan Terang tentang
hidup, tentang hakikat sesungguhnya dari benda-benda. Latihan-latihan
Vipassanä-bhävanä sudah diterangkan sewaktu membahas
Perhatian Benar (sammä-sati).
Tujuan dari latihan-latihan bhävanä
ialah untuk menyingkirkan Nivarana (lihat pembahasan
Asava) yang dianggap sebagai rintangan untuk memperoleh
ketenangan bathin maupun Pandangan Terang tentang hidup
dan hakekat sesungguhnya dari benda-benda.
Perincian dari Nivarana adalah sbb. :
1. Kämacchanda — nafsu keinginan
2. Vyäpäda — keinginan jahat, kebencian dan amarah.
3. Thina-middha — lamban, malas dan kesu.
4. Uddhacca-kukkucca — gelisah dan cemas.
5. Vicikicchä — keragu-raguan.
Dalam tingkat kesucian, umat Buddha dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Puthujjana
- Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang belum mencapai tingkat kesucian.
2. Ariya-puggalä
-
Ialah para bhikkhu dan orang-orang berkeluarga yang
setidak-tidaknya telah mencapai tingkat kesucian
pertama.
Tingkat-tingkat kesucian
Tingkat kesucian Belenggu yang harus dipatahkan ; Lahir kembali
~
sotapanna
1.
Sakkäyaditthi = Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal.
2.
Vicikicchä = Keragu-raguan terhadap Sang Buddha dan AjaranNya.
3.
Silabbataparämäsa
= Kepercayaan tahyul bahwa upacara agama saja
dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
Maksimum
7 kali
~
sakadagami
Melemahkan belenggu-belenggu nomor 4 dan 5. 1 kali
~
anagami
4.
Kämaräga = Nafsu Indriya. 5.
Vyäpäda = Benci, keinginan tidak baik.
Setelah
meninggal dunia, seorang Anägämi akan terlahir di
sorga Suddhavasa dan disitu akan mencapai Tingkat Arahat.
Tidak akan terlahir kembali di alam manusia
~
Arahat
6.
Ruparäga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk. 7.
Aruparäga = Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk. 8.
Mäna = Ketinggian hati yang halus. 9.
Uddhacca = Bathin yang belum seimbang benar. 10.
Avijjä = Kegelapan bathin. Mencapai Nibbana
Keterangan : Perbedaan antara
Avijjä dan
Moha.
Avijjä
= Kebodohan/kegelapan bathin, karena tidak dapat
menembus arti dari Empat Kesunyataan Mulia, Hukum Tilakkhana,
Hukum Paticca-Samuppada, Hukum Kamma.
Moha = Kebodohan/kegelapan bathin, karena tidak dapat membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik.
5.HUKUM TILAKKHANA (TIGA CORAK UMUM)
Hukum
Tilakkhana ini termasuk Hukum Kesunyataan ; berarti bahwa Hukum
ini berlaku di mana-mana dan pada setiap waktu. Jadi tidak terikat
oleh waktu dan tempat.
-
- Sabbe sankhärä
aniccäSegala sesuatu dalam alam semesta ini yang terdiri dari paduan
unsur-unsur adalah tidak kekal. Umat Buddha melihat
segala sesuatu dalam alam semesta ini sebagai suatu
proses yang selalu dalam keadaan bergerak, yaitu :
Uppada
(timbul)
Thiti
(berlangsung)
Bhanga
(berakhir/lenyap)
- Sabbe sankhärä dukkhaApa yang tidak kekal sebenarnya tidak memuaskan dan oleh karena itu adalah penderitaan.
- Sabbe
Dhammä AnattäSegala sesuatu yang tercipta dan tidak tercipta adalah
tanpa inti yang kekal/abadi.Contoh dari sesuatu yang
tidak tercipta adalah Nibbana.
Di samping paham anattä yang khas Buddhis terdapat juga dua paham lain yaitu :
-
- AttavädaPaham
bahwa atma (roh) adalah kekal-abadi dan akan berlangsung sepanjang
masa (tidak dibenarkan oleh Sang Buddha).
- UcchedavädaPaham bahwa setelah mati atma (roh) itu pun akan turut lenyap (tidak dibenarkan oleh Sang Buddha).
Uraian secara matematika tentang ketiga paham tersebut adalah sbb. :
Attaväda
- A + p = A + p
- (A + p) + p1 = A + p + p1
- (A + p + p1) + p2 = A + p + p1 + p2
- (A-p-p1-p2) + … + pn = A + p + p1 + p2 + … + pn
Ucchedaväda
- A + p = Nihil
Anattä
- A + p = BA = Atma, roh
- B + p1 = Cp = Pengalaman hidup
- C + p2 = DI, II, III = Kehidupan ke I, II, III.
Contoh
konkrit tentang paham anattä, misalnya kalau kita membuat
roti. Roti dibuat dengan memakai tepung, ragi, gula, garam, mentega,
susu, air, api, tenaga kerja dll.. Tetapi setelah menjadi roti
tidak mungkin kita akan menunjuk satu bagian tertentu dan
mengatakan : ini adalah tepungnya, ini garamnya, ini
menteganya, ini airnya, ini apinya, ini tenaga kerjanya dst.
Karena setelah bahan-bahan itu diaduk menjadi satu dan
dibakar di oven, maka bahan-bahan itu telah berubah sama sekali.
Kesimpulan
: Meskipun roti itu terdiri dari bahan-bahan yang tersebut
di atas, namun setelah melalui proses pembuatan dan pembakaran di oven
telah menjadi sesuatu yang
baru sama sekali dan tidak mungkin lagi untuk mengembalikannya dalam bentuknya yang semula.
LIMA KHANDHA
Dalam
Agama Buddha diajarkan bahwa seorang manusia terdiri dari lima
kelompok kehidupan/kegemaran (Khandha) yang saling bekerja-sama
dengan erat sekali. Kelima kelompok kehidupan/kegemaran
tersebut adalah :
- Rupa = Bentuk, tubuh, badan jasmani.
- Sañña = Pencerapan.
- Sankhära = Pikiran, bentuk-bentuk mental.
- Vedanä = Perasaan.
- Viññana = Kesadaran.
Gabungan
dari No. 2, 3, 4 dan 5 dapat juga dinamakan nama (bathin),
sehingga seorang manusia dapat dikatakan terdiri dari rupa dan nama.
Dalam menangkap rangsangan dari luar, maka bekerja-samanya
lima khandha ini adalah sbb. :
- RupaKita menangkap
suatu rangsangan melalui mata, telinga, hidung, lidah,
tubuh yang merupakan bagian dari badan jasmani kita.
- Viññana (citta)Kita lalu akan menyadari bahwa bathin kita telah menangkap suatu rangsangan.
- SaññaRangsangan tersebut mencerap ke dalam bathin kita melalui suatu bagian dari otak kita, mengenal obyek.
- SankhäraRangsangan
ini kita akan banding-bandingkan dengan pengalaman kita
yang dulu-dulu melalui gambaran-gambaran pikiran yang tersimpan dalam
bathin kita.
- VedanäDengan membanding-bandingkan ini
lalu timbul suatu perasaan senang (suka) atau tidak senang
(tidak suka) terhadap rangsangan yang telah tertangkap
melalui panca indera kita.
Proses mental ini berlangsung sbb. :
Kesadaran Pencerapan Pikiran Perasaan.
Menurut
Ajaran Sang Buddha, di dalam diri seorang manusia hanya terdapat
lima khandha ini dan tidak dapat ditemukan suatu atma atau roh
yang kekal dan abadi. Dengan cara ini, maka anattä
diterangkan melalui analisa.
6.HUKUM PATICCA-SAMUPPADA
Paham
anattä dapat pula diterangkan melalui cara sinthesa, yaitu
melalui Hukum Paticca-Samuppada (Hukum Sebab-musabab Yang Saling
Bergantungan). Prinsip dari Hukum ini diberikan dalam empat
formula pendek, yaitu :
- Imasming Sati Idang Hoti Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
- Imassuppädä Idang UppajjatiDengan timbulnya ini, maka timbullah itu.
- Imasming Asati Idang Na Hoti Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu.
- Imassa Nirodhä Idang Nirujjati Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu.
Berdasarkan
prinsip dari saling menjadikan, relatifitas dan saling
bergantungan ini, maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup dan
juga berhentinya hidup dapat diterangkan dalam formula dari
duabelas nidana (sebab-musabab) :
- Avijjä Paccayä SankhäraDengan adanya kebodohan (ketidak-tahuan), maka terjadilah bentuk-bentuk karma.
- Sankhära Paccayä ViññänangDengan adanya bentuk-bentuk karma, maka terjadilah kesadaran.
- Viññäna Paccayä NamarupangDengan adanya kesadaran, maka terjadilah bathin dan badan jasmani.
- Namarupang Paccayä Saläyatanang.Dengan adanya bathin dan badan jasmani, maka terjadilah enam indriya
- Saläyatana Paccayä Phassa.Dengan adanya enam indriya, maka terjadilah kesan-kesan.
- Phassa Paccayä Vedanä.Dengan adanya kesan-kesan, maka terjadilah perasaan.
- Vedanä Paccayä Tanhä.Dengan adanya perasaan, maka terjadilah tanhä (keinginan).
- Tanhä Paccayä Upädänang.Dengan adanya tanhä (keinginan), maka terjadilah kemelekatan.
- Upädäna Paccayä Bhavo.Dengan adanya kemelekatan, maka terjadilah proses tumimbal lahir.
- Bhava Paccayä Jati.Dengan adanya proses tumimbal lahir, maka terjadilah kelahiran kembali.
- Jati
Paccayä Jaramaranang.Dengan adanya kelahiran kembali, maka terjadilah
kelapukan, kematian, keluh-kesah, sakit dll.
- Jaramarana.Kelapukan, kematian, keluh-kesah, sakit dll. adalah akibat dari kelahiran kembali.
Demikianlah
kehidupan itu timbul, berlangsung dan bersambung terus.
Kalau kita mengambil rumus tersebut dalam arti yang sebaliknya, maka
kita akan sampai kepada penghentian dari proses itu. Dengan
terhenti seluruhnya dari kebodohan, maka terhenti pula
bentuk-bentuk karma; dengan terhentinya bentuk-bentuk karma,
maka terhenti pulalah kesadaran; ….. dengan terhentinya
kelahiran kembali, maka terhenti pulalah kelapukan,
kematian, kesedihan dll.
7. HUKUM KAMMA
Kamma
adalah kata bahasa Pali yang berarti “perbuatan”, yang
dalam arti umum meliputi semua jenis kehendak dan maksud perbuatan,
yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran
kata-kata atau tindakan. Makna yang luas dan sebenarnya dari
Kamma, ialah semua kehendak atau keinginan dengan tidak
membeda-bedakan apakah kehendak atau keinginan itu baik
(bermoral) atau buruk (tidak bermoral), mengenai hal ini Sang
Buddha pernah bersabda :
“O, bhikkhu, kehendak untuk
berbuat (Pali : Cetana) itulah yang Kami namakan Kamma.
Sesudah berkehendak orang lantas berbuat dengan badan,
perkataan atau pikiran.”
Kamma bukanlah satu ajaran yang membuat
manusia menjadi orang yang lekas berputus-asa, juga bukan
ajaran tentang adanya satu nasib yang sudah ditakdirkan.
Memang segala sesuatu yang lampau mempengaruhi keadaan
sekarang atau pada saat ini, akan tetapi tidak menentukan seluruhnya,
oleh karena kamma itu meliputi apa yang telah lampau dan
keadaan pada saat ini, dan apa yang telah lampau
bersama-sama dengan apa yang terjadi pada saat sekarang
mempengaruhi pula hal-hal yang akan datang. Apa yang telah
lampau sebenarnya merupakan dasar di mana hidup yang sekarang
ini berlangsung dari satu saat ke lain saat dan apa yang akan datang
masih akan dijalankan. Oleh karena itu, saat sekarang inilah
yang nyata dan ada “di tangan kita” sendiri untuk digunakan
dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu kita harus hati-hati
sekali dengan perbuatan kita, supaya akibatnya senantiasa
akan bersifat baik.
Kita hendaknya selalu berbuat baik,
yang bermaksud menolong mahluk-mahluk lain, membuat
mahluk-mahluk lain bahagia, sehingga perbuatan ini akan
membawa satu kamma-vipaka (akibat) yang baik dan memberi kekuatan
kepada kita untuk melakukan kamma yang lebih baik lagi. Satu
contoh yang klasik adalah sbb. :
Lemparkanlah batu ke
dalam sebuah kolam yang tenang. Pertama-tama akan terdengar
percikan air dan kemudian akan terlihat lingkaran-lingkaran
gelombang. Perhatikanlah bagaimana lingkaran ini makin lama makin
melebar, sehingga menjadi begitu lebar dan halus yang tidak
dapat lagi dilihat oleh mata kita. Ini bukan berarti bahwa
gerak tadi telah selesai, sebab bilamana gerak gelombang
yang halus itu mencapai tepi kolam, ia akan dipantulkan
kembali sampai mencapai tempat bekas di mana batu tadi dijatuhkan.
Begitulah
semua akibat dari perbuatan kita akan kembali kepada kita
seperti halnya dengan gelombang di kolam yang kembali ke tempat dimana
batu itu dijatuhkan.
Sang Buddha pernah bersabda (Samyutta Nikaya I, hal. 227) sbb :
“Sesuai
dengan benih yang telah ditaburkan begitulah buah yang akan
dipetiknya, pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan, pembuat kejahatan
akan memetik kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji
benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah-buah dari
padanya”.
Segala sesuatu yang datang pada kita, yang menimpa diri
kita, sesungguhnya benar adanya. Bilamana kita mengalami
sesuatu yang membahagiakan, yakinlah bahwa kamma yang telah
kita perbuat adalah benar. Sebaliknya bila ada sesuatu yang
menimpa kita dan membuat kita tidak senang, kamma-vipaka itu
menunjukkan bahwa kita telah berbuat suatu kesalahan. janganlah
sekali-kali dilupakan hendaknya bahwa kamma-vipaka itu senantiasa
benar. Ia tidak mencintai maupun membenci, pun tidak marah
dan juga tidak memihak. Ia adalah hukum alam, yang dipercaya
atau tidak dipercaya akan berlangsung terus.
Terdapat
dua belas jenis bentuk-bentuk kamma yang tidak diperinci di
sini. Bentuk kamma yang lebih berat (bermutu) dapat menekan — bahkan
menggugurkan — bentuk-bentuk kamma yang lain. Ada orang yang
menderita hebat karena perbuatan kecil, tetapi ada juga yang
hampir tidak merasakan akibat apapun juga untuk perbuatan
yang sama. Mengapa? Orang yang telah menimbun banyak kamma
baik, tidak akan banyak menderita karena perbuatan itu,
sebaliknya orang yang tidak banyak melakukan kamma-kamma baik akan
menderita hebat.
Singkatnya : Kamma Vipaka dapat diperlunak, dibelokkan, ditekan, bahkan digugurkan.
Kamma dapat dibagi dalam tiga golongan :
- Kamma Pikiran (mano-kamma).
- Kamma Ucapan (vaci-kamma).
- Kamma Perbuatan (kaya-kamma).
10 (sepuluh) jenis kamma baik
- Gemar
beramal dan bermurah hatiakan berakibat dengan diperolehnya kekayaan
dalam kehidupan ini atau kehidupan yang akan datang.
- Hidup bersusilamengakibatkan terlahir kembali dalam keluarga luhur yang keadaannya berbahagia.
- Bermeditasiberakibat dengan terlahir kembali di alam-alam sorga.
- Berendah hati dan hormatmenyebabkan terlahir kembali dalam keluarga luhur.
- Berbaktiberbuah dengan diperolehnya penghargaan dari masyarakat.
- Cenderung
untuk membagi kebahagiaan kepada orang lainberbuah dengan terlahir
kembali dalam keadaan berlebih-lebihan dalam banyak hal.
- Bersimpati terhadap kebahagiaan orang lainmenyebabkan terlahir dalam lingkungan yang menggembirakan.
- Sering mendengarkan Dhammaberbuah dengan bertambahnya kebijaksanaan.
- Menyebarkan Dhammaberbuah dengan bertambahnya kebijaksanaan (sama dengan No. 8).
- Meluruskan pandangan orang lainberbuah dengan diperkuatnya keyakinan.
10 (sepuluh) jenis kamma buruk
- Pembunuhanakibatnya
pendek umur, berpenyakitan, senantiasa dalam kesedihan karena
terpisah dari keadaan atau orang yang dicintai, dalam hidupnya
senantiasa berada dalam ketakutan
- Pencurianakibatnya
kemiskinan, dinista dan dihina, dirangsang oleh keinginan
yang senantiasa tak tercapai, penghidupannya senantiasa tergantung
pada orang lain.
- Perbuatan a-susilaakibatnya mempunyai
banyak musuh, beristeri atau bersuami yang tidak
disenangi, terlahir sebagai pria atau wanita yang tidak normal perasaan
seksnya.
- Berdustaakibatnya menjadi sasaran penghinaan, tidak dipercaya khalayak ramai.
- Bergunjingakibatnya kehilangan sahabat-sahabat tanpa sebab yang berarti.
- Kata-kata kasar dan kotorakibatnya sering didakwa yang bukan-bukan oleh orang lain.
- Omong kosongakibatnya bertubuh cacad, berbicara tidak tegas, tidak dipercaya oleh khalayak ramai.
- Keserakahanakibatnya tidak tercapai keinginan yang sangat diharap-harapkan.
- Dendam, kemauan jahat / niat untuk mencelakakan mahluk lainakibatnya buruk rupa, macam-macam penyakit, watak tercela.
- Pandangan
salahakibatnya tidak melihat keadaan yang sewajarnya, kurang
bijaksana, kurang cerdas, penyakit yang lama sembuhnya,
pendapat yang tercela.
Lima bentuk kamma celaka
Lima perbuatan durhaka di bawah ini mempunyai akibat yang sangat berat ialah kelahiran di alam neraka :
- Membunuh ibu.
- Membunuh ayah.
- Membunuh seorang Arahat.
- Melukai seorang Buddha.
- Menyebabkan perpecahan dalam Sangha.
8.HIRI DAN OTAPPA
Dua ciri khas yang dianggap dua sifat yang membantu melindungi dunia dari kekacauan :
- HiriPerasaan malu, yaitu malu melakukan hal-hal yang tidak baik.
- OtappaPerasaan takut, yaitu takut akan akibat yang timbul dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.
9. ATTHALOKA-DHAMMA
Dalam penghidupan seorang manusia tidak dapat terlepas dari 8 (delapan) keadaan, yaitu :
- läbha – aläbhauntung – rugi
- yasa – ayasaterkenal – tak terkenal
- nindä – pasamsädicela – dipuji
- sukha – dukkhagembira, bahagia – sedih, menderita dll.
Sumber :
https://web.facebook.com/notes/dhamma-sukha-gotama/inti-sari-ajaran-buddha/265095300171375
Belum ada tanggapan untuk "INTI SARI AJARAN BUDDHA"
Post a Comment