PENERAPAN
KONSELING DAN PSIKOTHERAPI BUDDHA
KATA PENGANTAR
Namo
sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddaya
Puji syukur penyusun ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa,
Sang Yang Adi Buddha, para Buddha dan Bodhisattva
Mahasattva, berkat perlindungan dan pancaran cinta kasih-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Penerapan Konseling dan Psikotherapi Buddha”
tepat pada waktunya. Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan serta motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
kritik dan masukan yang bersifat membangun, guna penyempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang. Semoga makalah ini berguna bagi mahasiswa Buddhis
khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Sadhu...
Sadhu... Sadhu...
Ampel Boyolali, Januari
2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR
............................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
- Latar
Belakang................................................................................................... 1
- Rumusan
Masalah.............................................................................................. 3
- Tujuan................................................................................................................ 3
- Manfaat.............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
- PENGERTIAN
KONSELING......................................................................... 5
- PENERAPAN KONSELING ......................................................................... 5
- ISTILAH PSIKOTHERAPI ............................................................................ 8
- LANGKAH-LANGKAH TERAPI RELIGIUS ............................................. 9
- PSIKOTHERAPI
BUDDHA ........................................................................ 10
- PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN
KONSELING DAN PSIKOTERAPI ............................................................ 12
BAB III PENUTUP
- Simpulan........................................................................................................... 14
- Saran
................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Permasalahan moral dihadapi oleh manusia
tidak hanya ketika sudah dewasa, tetapi juga sudah muncul ketika berusia
remaja. Dari waktu ke waktu, permasalahan moral di kalangan remaja cenderung
semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dalam memaknai pendidikan remaja, seringkali diskursus yang kemudian muncul
adalah paradigma gejala psikologis dan sosiologis. Hal demikian disebabkan oleh
problematika remaja Indonesia yang mempunyai kecenderungan negatif yang
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, seiring dengan majunya zaman. Kasus penyimpangan
perilaku yang berkembang terutama kemerosotan moral pada kehidupan anak didik,
tidak diragukan lagi telah mengalami kemunduran tingkah laku yang tidak sopan,
keluyuran dan tawuran.
Kenakalan siswa atau anak didik tidak
dapat dipisahkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan zaman, karena
setiap zaman memiliki sifat yang khas dan memberikan tantangan khusus bagi
generasi mudanya. Namun
di pihak lain kenakalan remaja (anak didik) bukan sekedar gangguan terhadap
keamanaan dan ketertiban masyarakat saja lebih dari itu kenakalan anak didik akan
berimplikasi pada merosotnya moral bangsa pada poros generasi muda.
Kenakalan anak didik adalah sebagai
bentuk pengalihan perhatian, selain itu juga dapat menghilangkan konflik batin
sehingga menimbulkan keributan dan hura-hura masal. Situasi di lingkungan anak
didik yang sudah menjadi ekstrim, mereka cenderung menjadi pengacau membuat
kerusuhan dan melakukan pelanggaran terhadap etika pendidikan, hilangnya sopan
santun, melakukan tindakan keras bahkan mulai terperosok ke dalam praktek
minuman ber alkohol dan obat-obatan terlarang dan sejenisnya, untuk mengatasi gejala-gejala yang terjadi
dikalangan remaja konseling dan psikothrapi buddha memberikan peranan penting
dalam menghadapi masalah remaja.
Tujuan keduanya adalah untuk mencapai
kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak. Secara luas pendidikan akhlak dan pembinaan mental
dalam psikologi agama bertujuan mendidik, dan mengajar manusia, membersihkan
dan menyucikan jiwanya serta membina kehidupan mental spiritualnya. Oleh karena
itu, dalam psikologi agama, banyak ajaran agama
yang
dijadikan petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan pendidikan yang
berhubungan dengan jiwa seseorang.
Agama Buddha mempunyai peranan besar
dalam membentuk perilaku anak didik.
Dikatakan bahwa agama Buddha adalah sains mengenai pikiran. Buddha, jauh sebelum Aquinas
atau Heisenberg, menekankan keunggulan pikiran dalam persepsi dan bahkan dalam
"penciptaan" realitas. Salah satu konsep sentral dalam Buddhisme
adalah gagasan tentang "segala sesuatu diciptakan dari pikiran". Buddha
menggunakan filosofi bahwa dalam kehidupan (1) adanya permasalahan (dukkha), (2) sebab masalah (dukkha samudaya), (3) penyelesaian
masalah (dukkha nirodha), (4) jalan
atau cara menyelesaikan masalah (dukkha
nirodha gaminipataipada). Proses pemahaman bertahap merupakan proses
menemukan secara langsung permasalahan-permasalahan yang disadari maupun tidak
disadari dalam kontek konseling berarti proses identifikasi menemukan sebab
masalah, dan cara atau perlakuan untuk menyelesaikan masalah pada akhirnya
adalah untuk menyempurnakan tujuan pencerahan sempurna.
Perbedaan apapun antara subyek dan obyek
adalah khayal dan di pilah-pilah oleh kesadaran yang diskriminatif. Dalam Avatamsaka Sutra
bab 20, Buddha menggunakan sebuah metafor: "Pikiran adalah
seperti seorang artis yang
melukis seluruh dunia. Bila
seseorang mengetahui cara kerja pikiran Sebagaimana ia secara universal
menciptakan dunia orang ini lalu melihat
Buddha dan memahami sifat-dasar
Buddha yang sejati dan aktual." Kita berpikir bahwa
kita sedang melakukan observasi terhadap alam, tetapi apa yang kita
observasikan adalah pikiran kita sendiri yang sedang bekerja. Kita adalah
subyek dan obyek dari metodologi kita sendiri.
Didalam kitab Abhidamma dan kitab aliran
Yogacara seperti Samdhinirmocana Sutra di jelaskan secara terperinci mengenai
berbagai macam kondisi pikiran dan kategori kesadaran. Tidak lah mengherankan
bila banyak neuroscientist dan psychotherapist terkemuka di dunia menjadi
pelopor dalam mempelajari agama Buddha untuk di gunakan dalam studi seperti
terapi untuk gangguan tidur, penyembuhan terhadap pemikiran dan bentuk-bentuk
mental yang negatif, pemahaman terhadap proses terjadi nya mimpi, tidur, dan
proses kematian.
Upaya mendekatkan antara psikologi
dengan agama, telah dilakukan oleh para filosof dan psikolog. Berkaitan dengan
perspektif ini, ajaran Buddha memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan
ilmu jiwa dalam soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental. Tujuan keduanya adalah
untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak. Secara luas pendidikan
akhlak dan pembinaan mental
dalam psikologi agama bertujuan mendidik, dan mengajar manusia, membersihkan
dan menyucikan jiwanya serta membina kehidupan mental spiritualnya yang seimbang sehingga menjadi mawas diri.
Psikoterapi ajaran Buddha memberikan
bimbingan dalam proses pendidikan melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh
negatif yang senantiasa mengganggu eksistensi kepribadian yang selalu cenderung
untuk taat dan patuh kepada Tuhan. Untuk melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh
negatif tersebut, psikologi agama memiliki andil yang cukup besar dan berperan
serta dalam memeberikan solusi dalam mengatasi setiap permasalahan yang
berkaitan dengan jiwa.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana penerapan konseling
dan Psikotherapi Buddha?
2.
Bagaimana hubungan
agama dengan konseling dan psikoterapi Buddha?
3.
Bagaimana
penerapan konseling individual dalam mengembangkan perilaku moral siswa?
C. TUJUAN
Penulisan makalah ini
bertujuan agar Mahasiswa dapat mengetahui Penerapan konseling dan Psikotherapi
Buddha dalam menghadapi gejala-gejala mental yang terjadi
dikalangan remaja disekolah, dengan adanya makalah ini maka mahasiswa
dapat mempelajari dan mengetahuinya
secara maksimal tentang bagaiman konseling dan psikotherapi dalam agama Buddha,
serta mampu menerapkan dalam ruang lingkup pendidikan dan siswa yang mengalami
perilaku yang kurang baik. Melihat kondisi mental siswa sekarang banyak
terlibat dalam pergaulan yang kurang baik sehingga dapat menyimpang dari
norma-norma agama yang sesungguhnya, berbagai macam tantangan yang dihadapi
seiring perkembangan jaman utuk itu bimbingan perlu dilakukan demi terwujudnya
generasi muda yang memiliki moral dan etika yang baik dikalangan sekolah maupun
masyarakat pada umumnya.
D. MANFAAT
Semoga
dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa PASCASARJANA STIAB “SMARATUNGGA” dan dapat dijadikan
sebagai pengetahuan dibidang bimbingan dan psikologi Buddhis. Bimbingan
sebagai suatu sarana untuk membantu masalah mental yang terjadi dikalangan
remaja disekolah maka dari itu perlu diterapkan secara maksimal demi membetuk
mental siswa yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONSELING
Konseling merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan,
baik sebagai pelayananan maupun sebagai teknik. Pelayanan konseling merupakan
jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance
program) dan Ruth Strang menyatakan guidance
is broader counseling is a most important tool og guidance. (Ruth Strang,
1958). Jadi, konseling merupakan inti dan alat yang paling penting dalam
bimbingan.
Selanjutnya, Rochman Natawidjaya (1987:32) mendefinisikannya
bahwa konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari
bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua
orang individu, dimana yang seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang
lain (yaitu konseling) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam
hubungan dengan masalah-masaslah yang dihadapinnya pada waktu yang akan datang.
B. PENERAPAN
KONSELING
Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui
berbagai permasalahan, baik
oleh individu secara perorangan maupun kelompok. permasalahan yang dialami
individu sangat dimungkinkan selain berpengaruh pada dirinya sendiri juga
berpengaruh pada orang lain:
1.
TREATMENT
Untuk
memberikan treatment dengan menggunakan pendekatan ‘Rasional Emotif’ yang
harus diperhatikan Karakteristik Konseling Rasinoal Emotif, antara lain:
a. Aktif-direktif
Dalam
hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam
menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b. Kognitif-eksperiensial
proses
konseling berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan
masalah yang rasional.
c. Emotif-ekspreriensial
proses
konseling memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber
gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang
mendasari gangguan tersebut.
d. Behavioristik
proses
konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya
perubahan tingkah laku klien.
Peran konselor dalam proses konseling
rasional emotif akan tampak jelas dengan langkah-langkah konseling sebagai
berikut:
a.
Langkah pertama
Dalam langkah ini konselor
berusaha menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan
dengan keyakinannya yang tidak rasional. Disini klien harus belajar untuk
memisahkan keyakinan rasional dari yang tidak rasional. Pada tahap ini peranan
konselor adalah sebagai propagandis yang berusaha mendorong, membujuk,
meyakinkan, bahkan sampai kepada mengendalikan klien untuk menerima gagasan
yang logis dan rasional. Jadi, pada langkah ini peran konseling ialah
menyadarkan klien bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya disebabkan oleh
cara berfikirnya yang tidak logis.
b.
Langkah kedua
Peranan konselor adalah
meyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung
jawab sendiri. Maka dari itu dalam konseling rasional emotif ini konselor
berperan untuk menunjukkkan dan menyadakan klien, bahwa gangguan emosional yang
selama ini dirasakannya akan terus menghantuinya apabila dirinya akan tetap
berfikir secara tidak logis. Oleh karenanya klienlah yang harus memikul
tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masalahnya sendiri.
c.
Langkah ketiga
Pada langkah ketiga ini
konselor berperan mengajak klien untuk menghilangkan cara berfikir dan gagasan
yang tidak rasional. Konselor tidaklah cukup menunjukkan klien bagaimana proses
ketidaklogisan berfikir ini, tetapi lebih jauh dari itu konselor harus berusaha
mengajak klien mengubah cara berfikirnya dengan cara menghilangkan gagasan-gagasan
yang tidak rasional.
d.
Langkah keempat
Peranan konselor
mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari
keyakinan yang tidak rasional. Konselor berperan untuk menyerang inti cara
berfikir yang tidak rasional dari klien dan mengajarkan bagaimana caranya
mengganti cara berfikir yang tidak rasional dengan rasional.
2.
Teknik-teknik yang
digunakan dalam Rational Emotive Therapy (RET)
Sebagaimana telah diuraikan
diatas bahwa inti dari konseling rasional emotif adalah menghilangkan cara
berfkir yang tidak logis yang dapat menimbulkan gangguan emosional.
Untuk mengatasi masalah
tersebut digunakan berberapa teknik konseling rasional emotif sebagai berikut:
a. Teknik
pengajaran
Dalam konseling rasional
emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik
pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta
menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana
ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional
kepada klien.
b. Teknik
konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi
ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah
berfikir logis empiris.
c. Teknik
persuasif
Teknik persuasif, yaitu
meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia
kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan
mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh
klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.
d. Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor
menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada
teman-temannya kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku
untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya.
C. ISTILAH
PSIKOTHERAPI
Istilah Psikoterapi
(Psychotherapy) mempunyai
pengertian cukup banyak dan kabur, terutama karena istilah tersebut digunakan
dalam berbagai bidang operasional ilmu empiris seperti psikiartri, psikologi,
bimbingan dan penyuluhan, kerja sosial, pendidikan dan ilmu agama. Secara
harfiah Psikoterapi berasal dari kata psycho = jiwa, dan therapy = penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa. Yang dimaksud dengan psikoterapi adalah
pengobatan alam pikiran atau lebih tepatnya pengobatan alam psikis melalui
metode psikologi. Dari pengertian tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa psikoterapi
dipandang sebagai upaya kuratif dalam pengobatan orang yang sakit jiwa.
Psikoterapi kadang-kadang
diidentikkan dengan psikoanalisis, yaitu suatu cara untuk menganalisis jiwa
seseorang dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Psikoterapi juga diartikan
dengan penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada
kesulitan-kesulitan penyesuaian diri. Menurut Lewis R. Wolberg. M.D. (1977) dalam
buku The Technique of
Psichotherapy menjelaskan
bahwa psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis
terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli
secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan:
(1) menghilangkan, mengubah atau menurunkan gejala-gejala yang ada, (2)
memperantarai (perbaikan) pola tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan
pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.
D. LANGKAH-LANGKAH
TERAPI RELIGIUS
Ada
beberapa cara untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan dan sekaligus menyembuhkannya,
melalui konsep-konsep dalam agama Buddha. Adapun upaya tersebut, adalah:
1. sila menciptakan kehidupan melalui tingkah laku yang baik sehingga
tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, meningkatkan
kualitas dan kuantitas kebajikan dengan berbagi atau yang disebut dana demi
kebahagiaaan semua mahluk hidup tanpa
melihat latar belakang kehidupan mahluk yang lain dengan demikian hidup akan
senantiasa bermakna demi kehidupan pribadi dan mahluk lain.
2. meditasi/samadhi Menurut
Poerwadarminta (2006) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata meditasi
diartikan sebagai pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Dari
segi etimologi meditasi berasal dari bahasa latin, meditation, artinya hal bertafakur, hal merenugkan, memikirkan,
mempertimbangkan, atau latihan, pelajaran persiapan. Sedangkan, dari segi
terminology meditasi adalah penggunakan pikiran secara terus menerus untuk
merenugkan beberapa kebanaran
atau objek penghormatan yang bersifat keagamaan sebagai latihan ibadah.
Meditasi mengandung pengertian sama
dengan tafakur. Tafakur adalah memikirkan dengan sungguh-sungguh, merenungkan
atau mengheningkan cipta (Wijaya Mukti Krisnanda, 2003).
Konsep
dalam agama Buddha kata meditasi ditemukan dalam bahsa pali yaitu Samadhi artinya pengembangan bantin (bhavana). Meditasi dinamakan sebagai Samadhi dikarenakan terdapat pemusatan
pikiran pada satu objek yang tunggal. Dinamakan bhavana karena sebagai metode
atau cara mengebangkan batin atau mental (Teja, 1993). Meditasi banyak
diuraikan dalam kotbah-kotbah guru Buddha Gautama yaitu sebagai keadaan pikiran
yang ditujukan pada suatu objek dalam arti kata yang luas, diartikan sebagai
suatu tingkat tertentu dari pemusatan pikiran yang tidak dapat dipisahkan
dengan unsur-unsur keasadaran (Buddhagocacariya, 2002).
Dalam
ilmu psikologi, mindfulness dianggap
sebagai keadaan pikiran (Snyder & Lopez, 2007). Seorang Buddhis, dapat
belajar bagaimana berdiam di dalam keadaan murni akan bentuk-bentuk pikiran,
perasaan, dan persepsi ketika itu muncul. Didalam tradisi Buddhis kesadaran
yang halus ini disebut mindfulness yang
artinya perhatian murni atau kesadaran, yang intinya adalah berdiam di dalam
kejernihan atau kemurnian pikiran (Mingyur & Swanson 2008).
3. panna/kebijaksanaan, kehidupan
yang seimbang/bijaksana dan religius,
mengintensifkan
kualitas spiritual. Diharapkan dengan
langkah-langkah tersebut dapat mewujudkan kondisi jiwa yang benar-benar baik
dan sehat.
E. PSIKOTHERAPI BUDDHA
Psikoterapi dan neurosains,
Dr. Carl G. Jung, seorang psikologi Analitik dan pelopor Psikologi Modern,
telah menunjukan bahwa psikologi analitik sangat dekat persamaannya dengan
metode Buddhisme yang esensinya terkait dengan masalah asal datangnya
penderitaan, metode dalam mengatasinya, kategori mental states, dan
pemahaman mendalam mengenai kesadaran (consciousness). Mark Epstein, dalam bukunya
yang berjudul Thoughts Without a Thinker, berusaha menggabungkan ilmu kejiwaan
barat dengan ajaran Buddha. Dalam bukunya, disebutkan bahwa ingatan-ingatan
yang hilang, emosi-emosi yang menyakitkan, pandangan-pandangan khayal, dan
nafsu untuk menghancurkan, dapat ditemukan akarnya.
Buddhisme
mengajarkan tentang bermeditasi untuk mencapai pandangan, perbuatan dan ucapan
benar. Meditasi dalam buddhisme tidak seperti kebanyakan orang awam mengetahuinya,
mediatasi berintikan kesadaran konsentrasi pada berbagai objek meditasi yang
dapat di pilih dan sesuai. Salah satu metodenya adalah meditasi relaksasi
disebut sebagai latihan relaksasi dan penanaman untuk berpikir positif disebut
sebagai strategi kognitif, yang kemudian didefinisikan sebagai “metode belajar
untuk meningkatkan pikiran positif dan menurunkan pikiran negatif untuk
mengenali pikiran irasional dan mengubahnya, serta untuk menggunakan pelatihan
diri guna menangani situasi bermasalah”.
Sebagai
contoh dari pikiran negatif adalah perasaan marah. Setelah kita mengetahui
perasaan marah dengan meditasi penembusan, maka kekuatan dari emosi kemarahan
akan berkurang dan suatu saat akan hilang. Semakin kita mengenali suatu pikiran
negatif, semakin sulit bagi pikiran negatif itu untuk berkembang dan
melumpuhkan pikiran kita menjadi kacau. Jadi menurut psikoterapi versi
buddhisme, kita harus berani menghadapi musuh dan berusaha mengenalinya
sehingga suatu hari musuh tersebut menjadi teman baik kita.
Korelasi
antara Buddhisme dengan Psikologi, ini adalah sebagian tulisan yang di rangkum
berdasarkan sumber yang ada. Dari pemaparan diatas ilmu pengetahuan tidak bisa
dikatakan berdiri sendiri namun banyak korelasi didalamnya sehingga membentuk
ilmu pengetahuan yang kompleks dan berbobot. “pikiran adalah pelopor segalanya,
maka pada tinggal bersama orang lain hendaknya berhati-hatilah dengan ucapan
tetapi sewaktu tinggal sendirian, berhati-hatilah terhadap pikiran”. Banyak
para cendekiawan barat mencoba memperlihatkan ke eratan psikologi
dengan Buddhisme moderen.
Psikologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Secara arafiah,
psikologi adalah berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu (Psychē yang
berarti jiwa) dan (logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat
diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi sangat erat
kaitannya dengan perilaku dan jiwa yang berhubungan dengan lingkungan, hal ini
lingkungan memiliki banyak bagian yang mewarnai ilmu terapan ini. Psikologi
juga banyak cabang-cabang lain yang mendukungnya seperti psikologi
perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi kepribadian, dan masih banyak
cabang ilmu psikologi lainnya. Buddhisme
juga mempunyai peranan besar dalam bidang psikologi
Salah
satu konsep sentral dalam Buddhisme adalah gagasan tentang “segala sesuatu
diciptakan dari pikiran”. Perbedaan apapun antara subyek dan obyek adalah ilusi
dan dipilah-pilah oleh kesadaran yang diskriminatif. Menurut salah satu aliran
pemikiran buddhisme yaitu aliran Yogacara, menyebutkan dunia ini adalah
manifestasi dari pikiran itu sendiri. Dunia dan alam semesta yang kita amati
ini sesungguhnya merupakan proyeksi tiga dimensi dari pikiran kita sendiri.
Fenomena yang kita persepsikan sebagai realita bukanlah realita absolute karena
masing-masing individu memproyeksikan dimensi pikirannya sehingga tidak ada
realitas tunggal yang berlaku untuk semua orang. Masing-masing individu telah
mendistorsikan realita tersebut dengan kacamata berwarna yang diciptakan dari
benih energi karma individu pada pengalaman kehidupan sebelumnya. Hal ini
dibahas oleh Michael Talbot dalam bukunya Holographic Universe dan
B. Alan Wallace dalam dua bukunya yang bejudul The Taboo of Subjectivity dan Choosing Reality.
Talbot mengupamakan alam semest tidak lebih nyata dibandingkan sebuah hologram
yang merupakan suatu gambar tiga dimensi yang diproyeksikan kedalam ruang
(space) pikiran kita. Talbot, dalam bukunya berjudul Mysticism and The
New Physics, mengatakan : “kesadaran manusia mempengaruhi realitas”.
Jiwa Manusia
Membutuhkan Agama/ajaran kebenaran. Pada dasarnya bahwa manusia terdiri dari dua
substansi yang berbeda, yaitu tubuh yang bersifat materi dan jiwa yang bersifat
immateri (nama dan rupa). Yang menjadi hakekat manusia adalah nama
dan rupa yang mempunnyai dua daya, yaitu daya berpikir yang disebut rasio
(akal) yang berpusat di kepala dan daya rasa yang berpusat di dada. Cara pengembangan dua daya ini telah
dijelaskan oleh Buddha sedemikian rupa. Daya pikir atau akal yang berpusat pada
pikiran, manusia meneliti, merenung, berpikir, menganalisis dan menyimpulkan
demi lahirnya gagasan-gagasan inovatif. Sementara daya rasa yang berpusat di
dada dipertajam melalui perenungan meditasi. Jiwa manusia tidak mungkin dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan
dalam hidup. Jadi, agama dan percaya pada Tuhan adalah kebutuhan pokok manusia,
yang akan menolong orang dalam memenuhi kekosongan jiwanya. Fungsi Agama dalam
Kehidupan. Setidaknya ada empat fungsi agama dalam
kehidupan, yaitu: (a) Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hiduup. (b)
Agama adalah penolong dalam kesukaran. (c) Agama menentramkan batin. (d) Agama
mengendalikan moral.
F.
PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN KONSELING DAN PSIKOTERAPI
a.
Persamaan Psikoterapi dan Konseling
Persamaan
antara konseling dan psikoterapi adalah membantu dan memberikan perubahan, perbaikan kepada klien (yaitu,
eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan tindakan/perilaku) agar klien
dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Keduanya juga merupakan bantuan yang
diberikan dengan mencoba menghilangkan tingkah laku merusak-diri
(self-defeating) pada klien.
b.
Perbedaan
Perbedaan antara konseling dan
psikoterapi adalah:
1.
Konseling
a. Berpusat pandang masa kini dan masa
yang akan datang melihat dunia klien.
b. klien tidak dianggap sakit mental
dan hubungan antara konselor dan klien itu sebagai teman yaitu mereka
bersama-sama melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi orang
yang ditangani tersebut.
c. konselor mempunyai nilai-nilai dan
sebagainya, tetapi tidak akan memaksakannya kepada individu yang dibantunya
konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku, teknik-teknik yag dipakai
lebih bersifat manusiawi.
d. konselor bekerja dengan individu
yang normal yang sedang mengalami masalah.
2.
Psikoterapi
a.
Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini
individu,
b.
klien dianggap sakit mental.
c.
klien dianggap sebagai orang sakit dan ahli psikoterapi
(terapis) tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk membantu
merumuskan tujuan-tujuan.
d.
Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu
kepada orang yang ditolongnya.
c. Psikoterapis berpusat pada usaha
pengobatan teknik-teknik yang dipakai adalah yang telah diresepkan.
d. terapi bekerja dengan “dunia dalam”
dari kehidupan individu yang sedang mengalami masalah berat, psikologi dalam
memegang peranan.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Kesehatan mental adalah
terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara diri manusia dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.
Misi ajaran Buddha di bidang akhlak dan kejiwaan, mempunyai relavansi yang erat
dengan kesehatan jiwa dengan memasukkan ajaran agama, ketaqwaan kepada Tuhan,
dalam kesehatan mental, berarti ada titik singgung antara hal-hal tersebut.
Aspek agama masuk dalam
psokologi ini karena agama merupakan salaah satu kebutuhan psikis dan rohani
manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman di
dunia dan kebahagiaan di kehihdupan yang selanjutnya kelak dimana kondisi kesadaran akan terlahir kembali.
Meditasi
memang memiliki banyak kegunaan dalam memfasilitasi pengamatan diri dan
perubahan perilaku dicari dalam beberapa bentuk psikoterapi. Tapi untuk melihat
meditasi hanya dengan cara ini adalah untuk membatasi pemahaman kita potensinya
untuk mempromosikan tujuan-tujuan lain terapi penting, misalnya, pengakuan
konflik bawah sadar yang mungkin menjadi akar masalah perilaku. Dalam hal ini,
mari kita ingat Delmonte pengamatan bahwa meditasi juga dapat membawa tentang
“descendence” kesadaran, sehingga meningkatkan akses ke alam bawah sadar yang positif.
B. SARAN
Semoga dengan terselesaikannya
pembuatan makalah ini dapat menambah pengetahuan kita semua mengenai “penerapan konseling dan psikotherapi Buddha. Penerapan
konseling dan psikotherapi mempunyai hubungan yang sangan erat dengan ajaran
budha dan praktek/latihan yang pernah buddha ajarkan kepada para pengikutnya
dan mampu mengatsi berbagai permasalaha
yang berkaitan dengan perilaku manusia. Buddhisme
mempunyai metode praktis untuk menumbuhkan pemikiran positif yakni dengan
melaksanakan Empat Brahma Vihara, yang terdiri dari :Metta, Karuna, Mudita, dan
Upeksha/Upekkha. Metta berarti cinta kasih universal, gembira atas kebahagiaan
orang lain; Karuna berarti welas asih, turut merasakan penderitaan makhluk
lain; Mudita berarti ikut bergembira atas kesuksesan orang lain; dan Upekkha
berarti keseimbangan batin, tanpa membedakan teman dan musuh, sedih dan
gembira. Melatih keseimbangan batin berarti kita berusaha untuk tidak merasa
senang atau sedih apabila di puji atau di cela.. Memang kesemua hal tersebut di
atas tidak semudah yang kita
pikirkan karena kita membutuhkan suatu latihan
kejiwaan yang oleh Sang Buddha di sebut praktek Dhamma. Praktek ini melibatkan
seluruh aspek kehidupan kita sehingga kita dapat mencapai seperti apa yang di
capai Sang Buddha yaitu Pencerahan Sempurna. jika makalah ini
terdapat kekurangan mohon kepada bapak/ibu dosen memberikan kritik dan sarannya
demi perbaikan dalam menyusun makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Aziz Ahyani.
1995. Psikologi Agama.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Corey,Gerald. 2010. Teori dan
Praktek: Konseling dan Psikoterapi. Bandung
: Rafika Aditama.
Mugiarso,Heru. 2004. Bimbingan Konseling. Semarang : UPT MKDK
Universitas Negeri Semarang.
Dhamasangani (Psychological Ethics). 1974. Translated
by Rhys Davids and Caroline. London and Boston: The Pali Text Society.
Nissanka. 1993. Psychotherapy. New Delhi: Vikas Pubhlishing House PVT LTD.
Hirai, Tomio. 1989. Zen Meditation an Psychotherapy. Tokyo: Jepan Publications Inc.
Taniputera,
Ivan. 2003. Sains Modern dan Buddhisme. Karaniya. Jakarta.
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Hamdani
Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Jogjakarta: Fajar Pustaka Baru.
Muhammad
Shalih, Imam Musbikhin. 2005. Agama
sebagai Terapi. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
Sururin.
2004. Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Moh.
Sholeh. 2005. Agama Sebagai
Terapi. yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Belum ada tanggapan untuk "KONSELING DAN PSIKOTHERAPI BUDDHA"
Post a Comment