Cobalah untuk memperhatikan
berhentinya atau berakhirnya segala sesuatu dalam hal-hal yang kecil
dengan memberikan perhatian khusus pada berakhirnya hembusan napas. Hal
ini ada dalam kehidupan sehari-hari Anda, Anda memperhatikan
keberakhiran yang tak seorang
pun pernah memberikan perhatian kepadanya.
Saya telah mengetahui praktik ini sangat berguna karena merupakan
sebuah cara untuk menyadari sifat perubahan dari alam yang berkondisi
seperti salah satu kehidupan sehari-hari yang dijalani seseorang.
Seperti yang saya pahami, hal ini merupakan kondisi pikiran yang Sang
Buddha maksudkan, bukan kondisi konsentrasi yang dikembangkan secara
tinggi yang khusus.
Pada tahun pertama saya berlatih, saya
berada sendiri dan saya dapat masuk ke dalam kondisi pikiran yang
terkonsentrasi yang dikembangkan secara tinggi yang benar-benar saya
nikmati. Kemudian saya pergi ke Wat Pah Pong (Vihara Pah Pong,
Thailand), yang menekankan pada cara hidup sesuai dengan disiplin Vinaya
dan sebuah rutinitas. Di sana seseorang selalu harus pergi ke luar
berkeliling menerima dana setiap pagi, dan melakukan pelantunan paritta
pagi dan malam. Jika Anda masih muda, dan sehat, Anda diharapkan pergi
sangat jauh berkeliling menerima dana – mereka memiliki rute yang lebih
pendek yang dapat diikuti oleh para bhikkhu tua yang lemah. Pada
hari-hari tersebut, saya sangat bertenaga sehingga saya selalu pergi
berkeliling menerima dana pada rute yang jauh, dan kemudian saya kembali
dengan lelah, kemudian akan ada santapan dan selanjutnya di sore hari
kami mempunyai tugas yang harus dilakukan. Tidaklah mungkin berdiam
dalam sebuah kondisi konsentrasi di bawah kondisi seperti itu. Sebagian
besar hari tersebut diambil oleh rutinitas kehidupan sehari-hari.
Jadi saya merasa jemu dengan semuanya ini dan pergi untuk menemui Luang Por Chah (Ajahn Chah) dan mengatakan, “Saya tidak bisa bermeditasi di sini,” dan beliau mulai menertawakan saya dan mengatakan kepada semua orang bahwa, “Sumedho tidak bisa bermeditasi di sini!”
Dulu saya melihat meditasi sebagai pengalaman yang sangat istimewa yang
telah saya miliki dan cukup menikmatinya dan kemudian Luang Por Chah
telah menunjukkan secara jelas pada hal-hal yang sangat biasa dari
kehidupan sehari-hari, bangun, berkeliling menerima dana, pekerjaan yang
rutin, tugas-tugas: yang kesemuanya itu adalah untuk berkesadaran penuh
(berperhatian penuh). Dan beliau tidak tampak sama sekali bersemangat
untuk mendukung saya dalam hasrat saya untuk memiliki pengalaman
pencabutan indrawi yang kuat dengan tidak melakukan semua tugas-tugas
harian yang kecil ini. Beliau tampaknya tidak sejalan dengan hal itu;
jadi saya akhirnya harus menyesuaikan diri dan belajar untuk bermeditasi
dalam hal-hal yang sangat biasa dari kehidupan sehari-hari. Dan dalam
jangka panjang hal itu telah menjadi hal yang sangat membantu.
Sesuatu tidaklah selalu menjadi apa yang
saya inginkan karena seseorang itu ingin keistimewaan; seseorang akan
merasa senang untuk memiliki wawasan mendalam yang bercahaya cermelang
dan menakjubkan dalam beragam teknik serta memiliki kenikmatan, ekstase
[1], dan luapan keriangan yang luar biasa – bukan hanya menjadi bahagia dan tenang saja – tapi melampaui bulan!
Tapi bercerminlah pada kehidupan dalam
wujud manusia ini, hanya seperti ini: yaitu dapat duduk dan bangun
secara damai serta merasa puas dengan apa yang Anda miliki; sesuatu yang
membuat hidup kita seperti pengalaman sehari-hari, sesuatu yang
menyenangkan dan bukan menderita. Dan inilah bagaimana sebagian besar
kehidupan kita dapat dijalani – bukankah Anda tidak dapat hidup dalam
kondisi ekatase dari luapan keriangan dan kenikmatan saat makan? Saya
pernah membaca mengenai kehidupan para santo
[2]
yang begitu terjebak dalam ekstase, mereka tidak bisa melakukan apa-apa
dalam setiap tingkat praktis apa pun. Meskipun darah akan mengalir dari
telapak tangan mereka dan mereka bisa melakukan perbuatan-perbuatan
yang keimanannya dapat dengan cepat melihatnya, namun ketika berhadapan
dengan sesuatu yang praktis atau realistis mereka tidak cukup mampu
melakukannya.
Namun ketika Anda merenungkan disiplin
Vinaya itu sendiri, Vinaya merupakan latihan untuk menjadi sadar. Vinaya
adalah mengenai berkesadaran penuh berhubungan dengan membuat jubah,
mengumpulkan dana makanan, memakan makanan, merawat kuti
[3]
Anda; apa yang harus dilakukan dalam situasi ini atau situasi itu.
Semuanya merupakan nasihat yang sangat praktis mengenai kehidupan
sehari-hari para bhikkhu. Hari yang biasa dalam kehidupan Bhikkhu
Sumedho bukanlah soal meledak ke dalam luapan keriangan yang luar biasa
tetapi bangun dan pergi ke toilet dan mengenakan sebuah jubah dan mandi
dan melakukan ini atau itu; ini hanyalah soal menjadi penuh perhatian
(berkesadaran) saat seseorang hidup dalam wujud ini dan belajar untuk
menyadari segala sesuatu yang ada, menyadari Dhamma.
Itulah mengapa setiap kali kita
merenungkan mengenai keberhentian, kita tidak mencari berakhirnya alam
semesta tetapi cukup hanya hembusan nafas atau akhir dari hari atau
akhir dari pemikiran atau akhir dari perasaan. Untuk menyadari bahwa
kita perlu memberikan perhatian kepada arus kehidupan – kita harus
benar-benar menyadari jalannya kehidupan daripada menunggu sejenis
pengalaman fantastis dari cahaya yang menakjubkan yang turun kepada
kita, terpancar kepada kita atau apa pun itu.
Sekarang hanya merenungkan pernafasan
biasa tubuh Anda. Anda perhatikan, jika Anda menarik nafas, akan mudah
untuk berkonsentrasi. Saat Anda mengisi paru-paru Anda, Anda merasakan
sebuah rasa tumbuh dan berkembang dan kuat. Saat Anda mengatakan bahwa
seseorang ‘membusung dada’, maka mereka mungkin sedang menarik nafas.
Adalah sulit untuk merasakan membusung saat Anda mengeluarkan nafas.
Kembangkan dada Anda dan Anda merasakan menjadi seseorang yang besar dan
penuh kekuatan. Namun, saat pertama kali saya memberikan perhatian
kepada penghembusan nafas, pikiran saya akan mengembara. Menghembuskan
nafas nampaknya tidak sepenting menarik nafas – Anda hanya melakukannya
agar Anda bisa melanjutkan menarik nafas berikutnya.
Sekarang renungkan: seseorang dapat
mengamati pernafasan, lalu apanya yang dapat melakukan pengamatan? Apa
yang melakukan pengamatan dan mengetahui tentang menarik dan
menghembuskan nafas tersebut – tentu bukanlah pernafasan itu sendiri,
iya kan? Anda juga dapat mengamati rasa panik yang datang jika Anda
ingin mengambil nafas dan Anda tidak bisa mengambilnya; tetapi sang
pengamat, yang mengetahui, bukanlah sebuah emosi, bukan serangan panik,
bukanlah hembusan atau tarikan nafas. Jadi keberlindungan kita dalam
Buddha adalah untuk menjadi mengetahui seperti itu; menjadi saksi
daripada menjadi emosinya atau nafasnya atau tubuhnya.
Dengan suara keheningan, beberapa orang
mendengar fluktuasi suara atau sebuah suara latar yang berkesinambungan.
Jadi Anda dapat merenungkannya, Anda perhatikan itu – dapatkah Anda
memperhatikannya jika Anda menaruh jari-jari Anda di telinga Anda?
Dapatkah Anda mendengarnya di sebuah tempat di mana orang menggunakan
gergaji mesin? Atau saat Anda melakukan olahraga? Atau saat Anda dalam
kondisi penuh emosi? Anda gunakan suara keheningan ini sebagai sesuatu
untuk diingat, untuk mengalihkan dan perhatikan – karena suara
keheningan tersebut selalu ada di sini dan sekarang. Dan di sanalah ada
yang memperhatikannya.
Ada hasrat pikiran untuk menyebutnya
sebagai sesuatu, untuk memberikannya nama, mencantumkannya sebagai suatu
pencapaian, atau merencanakan sesuatu padanya. Perhatikan hal itu,
kecenderungan ingin membuatnya menjadi sesuatu. Seseorang mengatakan
bahwa hal ini mungkin saja hanya suara peredaran darah Anda di telinga
Anda, seseorang yang lain menyebutnya “suara kosmik”, “jembatan ke
Ketuhanan”. Suara-suara tersebut lebih baik dari “darah di telinga
Anda”. Suara tersebut mungkin suara Kosmos atau mungkin Anda terjangkit
penyakit telinga. Tapi suara tersebut tidak harus menjadi sesuatu; suara
itu apa adanya, ia “seperti itu”. Apa pun itu, ia dapat digunakan
sebagai perenungan karena saat Anda melakukannya, tidak ada rasa
keakuan, yang ada adalah kesadaran penuh, adanya kemampuan untuk
merenungkan.
Jadi ini lebih seperti sebuah tepi lurus
yang dapat Anda lalui, untuk menjaga Anda dari semua kegoyahan.
Merupakan sesuatu yang dapat Anda gunakan untuk menempatkan diri Anda
dalam kehidupan sehari-hari, saat Anda mengenaikan jubah Anda, saat Anda
menggosok gigi Anda, saat Anda menutup pintu, saat Anda datang ke aula
meditasi, saat Anda duduk. Begitu banyak kehidupan sehari-hari yang
hanya menjadi kebiasaan karena kita bertujuan pada apa yang kita anggap
sebagai sesuatu yang penting dalam hidup – seperti meditasi. Jadi,
berjalan dari tempat Anda tinggal ke Aula Meditasi dapat menjadi
pengalaman yang benar-benar diacuhkan – hanya sebuah kebiasaan – klap, klap, klap, sret beng! Lalu Anda duduk di sini untuk satu jam mencoba menjadi sadar.
Inilah cara Anda memulai untuk melihat
sebuah jalan menjadi sadar, membawa kesadaran penuh pada rutininas dan
pengalaman-pengalaman biasa dari kehidupan. Saya memiliki sebuah gambar
kecil yang bagus di ruangan saya yang saya sukai – gambar orang tua
dengan secangkir kopi di tangannya, memandang ke luar jendela ke sebuah
taman Inggris dengan hujan yang turun.
Judul gambar tersebut adalah “Menunggu”.
Demikianlah bagaimana saya berpikir mengenai diri saya, seorang pria
tua dengan cangkir kopi saya, duduk di sana di jendela itu, menunggu,
menunggu, mengamati hujan atau matahari atau apa pun. Saya tidak melihat
gambar itu adalah sebuah gambar depresi tetapi justru sebuaah gambar
yang damai. Kehidupan ini hanyalah mengenai menunggu, bukankah demikian?
Kita menunggu sepanjang waktu – jadi kita memperhatikannya. Kita tidak
menunggu untuk apa pun, tetapi kita dapat hanya sekedar menunggu. Dan
kemudian kita merespons berbagai hal dalam hidup, merespons waktu dalam
hari, tugas-tugas, merespons cara segala sesuatu bergerak atau berubah,
merespons masyarakat di mana kita berada. Respons tersebut bukanlah
berasal dari kekuatan kebiasaan dari keserakahan, kebencian dan
kebodohan batin tapi merupakan sebuah respons dari kebijaksanaan dan
kesadaran penuh.
Sekarang berapa banyak dari Anda
merasakan bahwa Anda memiliki sebuah misi dalam hidup untuk
dilaksanakan? Sesuatu yang harus Anda lakukan dan sejenis tugas penting
yang telah diberikan kepada Anda oleh Tuhan atau takdir atau sesuatu.
Orang-orang sering kali terjebak dalam pandangan menjadi seseorang yang
memiliki sebuah misi tersebut. Siapa yang bisa hanya menjadi apa adanya
mereka, sehingga hanyalah tubuh yang tumbuh, menjadi tua dan mati,
bernafas dan sadar? Kita bisa mempraktikkan, kehidupan dalam
prinsip-prinsip moral, melakukan kebaikan, merespons kebutuhan-kebutuhan
dan pengalaman hidup dengan kesadaran penuh dan kebijaksanaan – tapi
tidak ada siapa pun yang harus melakukan apa pun. Tidak ada siapa pun
dengan sebuah misi, tidak ada siapa pun yang istimewa, kita tidak
membuat seseorang atau orang suci atau seorang titisan atau seorang
tulku atau seorang mesias atau Maitreya. Bahkan jika Anda berpikir: “Saya hanyalah bukan siapa-siapa”,
bahkan menjadi bukan siapa pun itu adalah juga seseorang di hidup ini,
bukankah demikian? Anda juga bisa merasa bangga menjadi bukan siapa pun
sama seperti menjadi seseorang, dan sebagaimana kebodohan batin melekat
pada menjadi bukan siapa pun. Tetapi apa pun yang Anda percaya, apakah
Anda bukan siapa-siapa atau adalah seseorang atau Anda memiliki sebuah
misi atau Anda seorang pengganggu dan sebuah beban bagi dunia ini atau
bagaimana pun Anda mungkin memandang diri Anda sendiri, maka si pengetahu ada di sana untuk melihat berhentinya pandangan seperti itu.
Pandangan-pandangan muncul dan lenyap, bukankah demikian? “Saya adalah seseorang, seseorang yang penting yang memiliki misi dalam hidup”
– pandangan tersebut muncul dan lenyap dalam pikiran. Perhatikan akhir
dari menjadi seseorang yang penting atau akhir dari menjadi bukan siapa
pun atau apa pun – semuanya lenyap, bukankah demikian? Segala sesuatu
itu muncul, lenyap, jadi terdapat ketidaktergenggaman terhadap pandangan
menjadi seseorang dengan sebuah misi atau menjadi bukan siapa-siapa.
Terdapat akhir dari seluruh penderitaan massal tersebut – akhir dari
keharusan untuk mengembangkan sesuatu, akhir dari menjadi seseorang,
mengubah sesuatu, mengatur segalanya dengan benar, akhir dari
menyingkirkan semua kekotoran barin Anda, atau menyelamatkan dunia.
Bahkan cita-cita yang terbaik, pemikiran-pemikiran yang terbaik dapat
dilihat sebagai dhamma yang muncul dan lenyap di dalam pikiran.
Sekarang, Anda mungkin berpikir bahwa
hal ini merupakan sebuah filosofi hidup yang gersang karena ada lebih
banyak perasaan untuk menjadi seseorang yang akan menyelamatkan semua
makhluk hidup. Orang-orang dengan pengorbanan diri yang memiliki misi
dan membantu orang lain dan memiliki sesuatu yang penting untuk
dilakukan adalah sebuah inspirasi. Tapi ketika Anda menyadarinya sebagai
Dhamma, Anda melihat keterbatasan dari inspirasi-inspirasi dan
kelenyapannya. Maka terdapat Dhamma dari aspirasi-aspirasi dan tindakan
tersebut ketimbang terdapat seseorang yang harus menjadi sesuatu atau
harus melakukan sesuatu. Seluruh ilusi telah terlepas dan yang tersisa
adalah kemurnian pikiran. Kemudian tanggapan terhadap pengalaman berasal
dari kebijaksanaan dan kemurnian ketimbang dari keyakinan dan misi
pribadi dengan pengertiannya akan diri dan orang lain, dan semua
komplikasi yang berasal dari yang seluruh pola kebodohan batin.
Dapatkah Anda percaya hal itu? Dapatkah
Anda percaya pada: dengan hanya membiarkan semuanya lepas dan lenyap dan
tidak menjadi siapa pun dan tidak memiliki misi apa pun, tidak harus
menjadi sesuatu? Dapatkah Anda benar-benar mmpercayai hal itu atau
apakah Anda merasa takut, gersang atau tertekan? Mungkin Anda
benar-benar ingin inspirasi (seperti): “
Katakan kepada saya semuanya
baik-baik saja; katakan kau benar-benar menyayangiku; apa yang saya
lakukan adalah benar dan Buddhisme bukanlah sekedar agama egois di mana
Anda mendapatkan pencerahan untuk kepentingan Anda sendiri; katakan
bahwa Buddhisme ada di sini untuk menyelamatkan semua makhluk. Itulah
yang Anda lakukan, Bhante Sumedho? Apakah Anda benar-benar Mahayana atau
Hinayana?”
Apa yang saya maksud adalah inspirasi
apa yang menjadi sebuah pengalaman. Idealismenya: tidak mencoba untuk
mengabaikan atau untuk menghakiminya dengan cara apapun, tetapi untuk
merenungkannya, untuk mengetahui apa yang ada di dalam pikiran dan
bagaimana dengan mudah kita dapat diperdaya oleh ide-ide dan
pandangan-pandangan tinggi kita sendiri. Dan untuk melihat bagaimana
kita bisa menjadi sensitif, kejam dan tidak baik, dengan kemelekatan
kita memiliki pandangan mengenai menjadi baik dan sensitif. Di sinilah
sebuah penyelidikan sebenarnya terhadap Dhamma.
Saya ingat dengan pengalaman saya, saya
selalu memiliki pandangan bahwa saya adalah seseorang yang istimewa
dalam beberapa hal; Saya penah berpikir, “Yah saya pastilah seseorang yang istimewa.”
Kembali ketika saya masih seorang anak kecil, saya telah terpesona
dengan Asia dan sesegera saya bisa, saya belajar bahasa Mandarin di
universitas, jadi pastilah saya adalah kelahiran dari seseorang yang
berhubungan dengan Oriental.
Namun pertimbangkan hal ini sebagai
sebuah perenungan: tidak peduli berapa banyak tanda-tanda dari menjadi
istimewa atau tanda-tanda kehidupan sebelumnya atau suara dari Tuhan
atau pesan-pesan dari Kosmos, apa pun itu – jangan menyangkalnya atau
mengatakan bahwa hal-hal tersebut tidak nyata – tetapi hal-hal tersebut
tidak kekal. Hal-hal tersebut anicca, dukkha, anatta.
Kita merenungkan hal-hal tersebut sebagaimana apa adanya – apa yang
muncul akan lenyap: sebuah pesan dari Tuhan adalah sesuatu yang datang
dan lenyap di dalam pikiran Anda, bukankah demikian? Tuhan tidaklah
selalu berbicara kepada Anda secara terus-menerus kecuali Anda
mengangggap keheningan sebagai suara Tuhan. Maka keheningan benar-benar
tidak mengatakan apa pun, bukankah demikian? Kita dapat menyebutnya apa
pun – kita dapat menyebutnya suara Tuhan atau ilahi atau suara dering
kosmos atau suara darah di dalam gendang telinga Anda. Tapi apa pun itu,
dapat digunakan untuk perenungan dan berkesadaran penuh – itulah apa
yang saya maksud, bagaimana menggunakan hal-hal ini tanpa membuatnya
menjadi sesuatu.
Kemudian misi-misi yang kita miliki
merupakan respons-respons (tanggapan-tanggapan), bukan
pengalaman-pengalaman yang kita miliki dalam hidup kita – misi-misi
tersebut tidak bersifat pribadi lagi, itu bukan saya lagi, Bhikkhu
Sumedho, dengan sebuah misi seolah-olah saya adalah pilihan istimewa
dari atas, melebihi dari kalian semua. Hal ini bukan itu lagi. Seluruh
cara berpikir dan memahami tersebut dilepaskan. Dan apakah saya iya atau
tidak menyelamatkan dunia dan ribuan makhluk atau membantu orang miskin
di daerah kumuh Kolkata atau membantu menyembuhkan semua penderita
kusta dan melakukan segala macam perbuatan baik – ini bukanlah dari
khayalan menjadi seseorang, ini adalah respons alami dari kebijaksanaan.
Ini yang saya percayai, inilah apa
saddha itu – adalah sebuah keyakinan dalam perkataan Buddha. Saddha:
adalah sebuah kepercayaan dan keyakinan yang sebenarnya dalam Dhamma;
hanya dalam menunggu saja dan menjadi bukan siapa pun dan tidak menjadi
apa pun, tetapi menjadi mampu untuk hanya menunggu dan merespons. Dan
jika tidak banyak hal untuk direspons, tinggal menunggu saja – secangkir
kopi, mengamati hujan, matahari terbenam, menjadi tua,menyaksikan
proses penuaan, kedatangan dan kepergian di vihara – penahbisan dan
pelepasan jubah, inspirasi dan depresi, yang tinggi dan yang rendah, di
dalam pikiran, di luar dunia. Dan keberadaan respons karena saat kita
memiliki semangat dan kecerdasan dan bakat, maka kehidupan selalu datang
kepada kita meminta kita untuk menanggapi dalam beberapa cara terampil
dan penuh welas asih, yang sangat rela dan mampu kita lakukan. Kita
ingin membantu orang. Saya tidak keberatan pergi ke sebuah daerah
penempatan penduduk Buddhis berpenyakit kusta – saya akan senang akan
hal itu – atau bekerja di kota-kota kumuh Kolkata atau di mana pun, saya
tidak akan keberatan; hal-hal semacam itu lebih menarik bagi rasa
kewajiban saya!
Tapi hal ini bukanlah sebuah misi, bukan
saya yang harus melakukan apa pun; ini adalah mempercayai dalam Dhamma.
Maka respons terhadap kehidupan menjadi jernih dan bermanfaat karena
respons ini bukan datang dari saya sebagai seseorang dan dari khayalan
dari bentukan-bentukan batin pengkondisi kebodohan batin. Dan seseorang
mengamati keresahan, kekompulsifan (dorongan keras yang memaksa),
keobsesian pikiran dan membiarkannya berakhir. Kita membiarkannya lepas
dan berhenti.
– Selesai –
Catatan:
[1] ekstase: keadaan di luar kesadaran diri (seperti keadaan orang yang sedang khusyuk bersemadi).
[2] santo: sebutan untuk orang laki-laki kudus dalam ajaran Katolik.
[3] kuti: bangunan kecil tempat tinggal para bhikkhu; pondok; bilik.
Judul Asli: Being Nobody
Oleh: Y.M. Ajahn Sumedho
Sumber: The Way It Is, 7 Februari 1989, Amaravati.org
Diterjemahkan oleh: Bhagavant.com
Belum ada tanggapan untuk "Menjadi Bukan Siapa Pun"
Post a Comment