Sumber : http://print.kompas.com/baca/2015/06/02/Desertasi-Mengungkap-Asal-usul-dan-Pembangun-Borob?fb_action_ids=1114177758597037&fb_action_types=og.shares
Candi Borobudur merupakan candi Buddha yang terletak di Jawa
Tengah. Pada Mei 2004, dalam desertasinya, Hudaya Kandahjaya, mengungkap
asal-usul, mengapa bangunan itu dibangun dan siapa pembangunnya. Hudaya
meraih gelar PhD (Doctor of Philosopy) di Berkeley,
California, Amerika
Serikat.
Menurut
Hudaya, Candi Borobudur adalah tempat ibadah penganut agama Buddha dan
bukannya istana raja. Candi itu dibangun oleh Raja Samaratunga dan
putrinya, Pramodawarddhani, anggota kerajaan yang menyokong pembangunan
Borobudur, dan selesai pada 26 Mei 824.
Borobudur merupakan sebuah
struktur bangunan dari sebuah altar yang ditinggikan (altar panggung).
Di atasnya terletak kediaman para Buddha yang menyerupai jari-jari
sebuah altar yang dibentuk seperti sebuah roda.
Demikian
pendapat Hudaya Kandahjaya, pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada
tahun 1952, dalam disertasi PhD di Graduate Theological Union, Berkeley.
Dengan demikian, Hudaya menjawab keraguan tentang asal-usul Borobudur
dan mengapa bangunan itu didirikan.
Selama ini, penelitian tentang
Candi Borobudur sudah banyak dilakukan oleh para ahli, baik dari
Indonesia, seperti Prof Nurhadi Magetsari, Prof Soekmono, dan Prof
Satyawati Suleiman, maupun para ahli Belanda, seperti NJ Krom dan Th van
Erp, pada kuartal pertama abad ke-20. Namun, penelitian tersebut yang
jumlahnya sudah mencapai 500 buah belum bisa menjawab teka-teki candi
Buddha terbesar di muka bumi ini secara tuntas.
Menurut Hudaya,
pendapat dalam disertasinya itu banyak didasarkan pada prasasti
Kayumwungan yang ditemukan tergeletak di kantor Residen Kedu sebelum
akhirnya diboyong ke Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1950 oleh Prof Casparis
itu sebelumnya ditolak banyak pakar sebagai sumber informasi penting
tentang Borobudur karena tidak didukung oleh cara dan bukti yang kuat.
Namun,
Hudaya yang pernah jadi dosen agama Buddha di almamaternya, Institut
Pertanian Bogor (IPB), membuktikan bahwa prasasti Kayumwungan
sesungguhnya berisi informasi penting tentang Borobudur. Selama ini,
penelitian para ahli lebih banyak dilakukan melalui relief-relief yang
ada di dinding candi tersebut dan belum menyentuh prasasti yang dikenal
juga dengan sebutan prasasti Karangtengah itu.
DALAM proses
pembangunannya, Borobudur mengalami berbagai hambatan, yang kemudian
memicu perubahan penting pada arsitektur Borobudur. Dua di antaranya
adalah modifikasi bagian bawah oleh Raja Samaratunga serta perubahan
pada bagian puncaknya oleh Pramodawarddhani.
Berdasarkan
informasi yang terdapat dari prasasti Kayumwungan, Borobudur adalah
sebuah biara yang mengandung berlipat-lipat kebajikan Sugata atau
Buddha. Namun, istilah biara ini terasa janggal bila dipahami mengikuti
pengertian tentang sebuah biara sebagaimana dikenal umum sekarang.
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Menurut
Hudaya, istilah biara di sini sebenarnya merujuk ke istilah teknis
lainnya yang memungkinkan orang memahami rancangan arsitektur Borobudur.
"Istilah yang dimaksud adalah sebuah bentuk biara khusus yang dikenal
sebagai sebuah bangunan-atap (kumagara), yang punya sejarah panjang dan
mengalami banyak perubahan makna sepanjang sejarah agama Buddha,"
katanya. Borobudur, tegasnya, adalah sebuah struktur tempat Buddha
Sakyamuni tinggal selama berada di dalam rahim ibunya. Struktur itu
terbentuk sebagai hasil dari berlipat-lipat kebajikan Sakyamuni
(Buddha).
Selama ini ada anggapan bahwa pembangunan Borobudur
dipimpin oleh para arsitek dari India, bukan oleh para arsitek pribumi.
Menurut Hudaya, sampai saat ini belum bisa dipastikan bahwa para arsitek
India yang memimpin pembangunan Borobudur karena penelitiannya masih
belum dilakukan. Begitu juga mengenai jumlah tenaga kerjanya, masih
harus diungkapkan lebih lanjut melalui penelitian yang saksama.
Katanya,
para pendiri Borobudur melalui Borobudur bermaksud untuk membuat
ajaran-ajaran Buddha tersajikan secara visual. Selain itu, para pendiri
juga memberi sugesti tentang kehadiran Sakyamuni di Borobudur karena
hanya dengan kesaktiannya orang baru mampu melihat bangunan ini.
Kompas/P Raditya Mahendra YasaUmat,
para biksu dan pemuka agama Budha mengikuti penyalaan lampion setelah
menjalani ritual detik-detik menyambut Waisak di Candi Borobudur di
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (15/5/14) dini hari. Trisuci
Waisak yang memperingati peristiwa agung Sang Buddha dari kelahiran,
penerangan sempurna hingga wafatnya ini membawa pesan perdamaian bagi
umat manusia.
Prasasti Kayumwungan yang
menjadi sumber penelitian Hudaya juga menyebutkan ciri kemahakuasaan
Buddha. Karena itu, di benak para pendirinya, "Buddha kosmis" yang
memiliki kekuatan tanpa batas hadir di situ.
"Dengan dapat
memperoleh lebih banyak sumber dan data, kajian selanjutnya tentang
Borobudur akan bisa mengukuhkan penerangan atas monumen Buddha yang
akbar, tetapi sampai kini masih penuh teka-teki itu," katanya.
HUDAYA,
yang saat berita ini ditulis bekerja di Numata Center for Buddhist
Translation and Research di Berkeley, sejak muda punya hobi yang unik,
yaitu belajar. Ia mengantongi tak kurang dari enam gelar kesarjanaan. Ia
meraih gelar S1 dan S2 untuk Statistika dari IPB (1981), MBA (Master of
Business Administration) dan MSIS (Master of Science in Information
Systems) dari Hawaii Pasific University di Honolulu, Hawaii (1994). Di
Graduate Theological Union, Berkeley, sebelum meraih gelar PhD, lebih
dahulu dia menyabet gelar MA (Master of Arts) pada tahun 1998, juga
dalam bidang agama Buddha.
(Irwan Gunawan)
Sumber: Kompas, 10 Juni 2004
Belum ada tanggapan untuk "Desertasi Mengungkap Asal-usul dan Pembangun Borobudur"
Post a Comment